night in the city Pekanbaru

Keindahan kota pekanbaru di malam hari.

patung penari ZAPIN

Merupakan salah satu tarian adat Pekanbaru Riau.

Patung Keris

Salah satu jenis senjata tradisional Pekanbaru.

Rumah Adat Pekanbaru Riau

Rumah adat ini bernama SELASO JATUH KEMBAR.

salah satu pasar tradisional

pasar tradisional ini bernama pasar bawah.

Minggu, 17 April 2016

Geografis dan Kependudukan PEKANBARU

Secara geografis kota Pekanbaru memiliki posisi strategis berada pada jalur Lintas Timur Sumatera, terhubung dengan beberapa kota seperti MedanPadang dan Jambi, dengan wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak pada bagian utara dan timur, sementara bagian barat dan selatan oleh Kabupaten Kampar.
Kota ini dibelah oleh Sungai Siak yang mengalir dari barat ke timur dan berada pada ketinggian berkisar antara 5 - 50 meter di atas permukaan laut. Kota ini termasuk beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34.1 °C hingga 35.6 °C, dan suhu minimum antara 20.2 °C hingga 23.0 °C.[12]
Sebelum tahun 1960 Pekanbaru hanyalah kota dengan luas 16 km² yang kemudian bertambah menjadi 62.96 km² dengan 2 kecamatan yaitu kecamatan Senapelan dan kecamatan Limapuluh. Selanjutnya pada tahun 1965 menjadi 6 kecamatan, dan tahun 1987 menjadi 8 kecamatan dengan luas wilayah 446,50 km², setelah Pemerintah daerah Kampar menyetujui untuk menyerahkan sebagian dari wilayahnya untuk keperluan perluasan wilayah Kota Pekanbaru, yang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1987.[13] Kemudian pada tahun 2003 jumlah kecamatan pada kota ini dimekarkan menjadi 12 kecamatan.[12]
Data iklim Pekanbaru
BulanJanFebMarAprMeiJunJulAgtSepOktNovDesTahun
Rekor tertinggi °C (°F)36
(97)
37
(99)
37
(99)
38
(100)
37
(99)
40
(104)
37
(99)
38
(100)
37
(99)
37
(99)
34
(93)
38
(100)
40
(104)
Rata-rata tertinggi °C (°F)30
(86)
31
(88)
31
(88)
31
(88)
32
(90)
32
(90)
31
(88)
31
(88)
31
(88)
31
(88)
31
(88)
30
(86)
32
(90)
Rata-rata terendah °C (°F)23
(73)
23
(73)
23
(73)
23
(73)
23
(73)
23
(73)
22
(72)
22
(72)
22
(72)
23
(73)
23
(73)
22
(72)
22
(72)
Rekor terendah °C (°F)18
(64)
18
(64)
21
(70)
17
(63)
21
(70)
19
(66)
16
(61)
18
(64)
20
(68)
13
(55)
21
(70)
20
(68)
13
(55)
Presipitasi mm (inci)180
(7.09)
210
(8.27)
220
(8.66)
250
(9.84)
200
(7.87)
160
(6.3)
120
(4.72)
170
(6.69)
210
(8.27)
240
(9.45)
300
(11.81)
270
(10.63)
2.580
(101,57)
Sumber: [14]

Kependudukan

Suasana perayaan Tahun Baru Imlek di Kampung Tionghoa Melayu Pekanbaru, Jalan Dr. Leimena (Karet)
Komposisi etnis di Kota Pekanbaru
EtnisJumlah (%)
Minangkabau37,96
Melayu26,10
Jawa15,70
Batak11,06
Tionghoa2,5
Lain-lain6,7
Sumber: Sensus 2010 [15]
Sejak tahun 2010, Pekanbaru telah menjadi kota ketiga berpenduduk terbanyak di Pulau Sumatera, setelah Medan dan Palembang. Laju pertumbuhan ekonomi Pekanbaru yang cukup pesat, menjadi pendorong laju pertumbuhan penduduknya.
Etnis Minangkabau merupakan masyarakat terbesar dengan jumlah sekitar 37,96% dari total penduduk kota.[15] Mereka umumnya bekerja sebagai profesional dan pedagang. Selain itu, etnis yang juga memiliki proporsi cukup besar adalah MelayuJawaBatak, dan Tionghoa. Perpindahan ibu kota Provinsi Riau dari Tanjungpinang ke Pekanbaru pada tahun 1959, memiliki andil besar menempatkan Suku Melayumendominasi struktur birokrasi pemerintahan kota. Namun sejak tahun 2002 hegemoni mereka berkurang seiring dengan berdirinya Provinsi Kepulauan Riau, hasil pemekaran Provinsi Riau.
Masyarakat Tionghoa Pekanbaru pada umumnya merupakan pengusaha, pedagang dan pelaku ekonomi. Selain berasal dari Pekanbaru sendiri, masyarakat Tionghoa yang bermukim di Pekanbaru banyak yang berasal dari wilayah pesisir Provinsi Riau, seperti dari SelatpanjangBengkalisdan Bagan Siapi-api. Selain itu, masyarakat Tionghoa dari Medan dan Padang juga banyak ditemui di Pekanbaru, terutama setelah era milenium dikarenakan perekonomian Pekanbaru yang bertumbuh sangat pesat hingga sekarang.
Masyarakat Jawa awalnya banyak didatangkan sebagai petani pada masa pendudukan tentara Jepang, sebagian mereka juga sekaligus sebagai pekerja romusha dalam proyek pembangunan rel kereta api. Sampai tahun 1950 kelompok etnik ini telah menjadi pemilik lahan yang signifikan di Kota Pekanbaru. Namun perkembangan kota yang mengubah fungsi lahan menjadi kawasan perkantoran dan bisnis, mendorong kelompok masyarakat ini mencari lahan pengganti di luar kota, namun banyak juga yang beralih okupansi.
Berkembangnya industri terutama yang berkaitan dengan minyak bumi, membuka banyak peluang pekerjaan, hal ini juga menjadi pendorong berdatangannya masyarakat Batak. Pasca PRRI eksistensi kelompok ini makin menguat setelah beberapa tokoh masyarakatnya memiliki jabatan penting di pemerintahan, terutama pada masa Kaharuddin Nasution menjadi "Penguasa Perang Riau Daratan".
Tahun193019541961197119902000200520062007200820102015
Jumlah pendudukGreen Arrow Up.svg2.990Green Arrow Up.svg28.314Green Arrow Up.svg70.821Green Arrow Up.svg145.030Green Arrow Up.svg398.694Green Arrow Up.svg587.842Green Arrow Up.svg 720.197Green Arrow Up.svg 754.467Green Arrow Up.svg 779.899Green Arrow Up.svg 799.213Green Arrow Up.svg 897.7671.093.416

Pakaian Adat Pekanbaru Riau

Pakaian, Baju Adat Melayu Riau

Berikut beberapa foto pakaian atau baju adat, tradisional daerah Riau. Pakain Adat Melayu Riau ini adalah pakaian tradisional Riau, walaupun ada beberapa macam-macam namun hanya satu pakaian adat untuk daerah Riau, yaitu Pakaian Adat Melayu Riau.


- Gambar Pakaian Adat, Tradisional Melayu Indragiri Riau


- Foto / Gambar Baju Adat Melayu Bengkalis Riau

- Gambar / Foto Baju Adat, Tradisional Melayu Siak Riau
Pakaian Adat Melayu Riau

Senin, 11 April 2016

Rumah Adat

Rumah Melayu/Balai Adat Melayu Riau

rumah-adat-riau-300x207.jpg


Rumah adat di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.
SUMBER CORAK
Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung.
Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula.
Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
RAGAM ORNAMEN
Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran.
Selembayung
Selembayung disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari ukiran kayu.
Hiasan pada pintu dan jendelah
Hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan “Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.

Makanan Khas Pekanbaru

ASEM PEDAS IKAN PATIN
Sebagai ibukota dari provinsi Riau, Pekanbaru merupakan kota yang mendapatkan julukan sebagai “Kota Bertuah” tersebut, memang menyimpan banyak sekali objek-objek wisata khas suku Melayu yang wajib untuk anda kunjungi. mata anda. Selain itu, berbagai keunikan serta keindahan kebudayaan suku Melayu, menjadi salah satu sajian wisata utama yang dapat anda nikmati dikota ini. Kota diprovinsi Riau tersebut, dapat dikatakan sebagai pusat referensi kebudayaan Melayu yang terdapat di Indonesia. 
Nah, banyak sekali kegiatan yang dapat kita lakukan guna menikmati berbagai kebudayaan tersebut, diantaranya yakni dengan menikmati berbagai sajian kuliner khas masyarakat suku Melayu yang pastinya mampu memanjakan lidah anda.
Masyarakat dikota Pekanbaru, dapat juga dikatakan sebagai masyarakat yang heterogen. 
Selain didominasi oleh mayoritas suku Melayu, anda juga akan menemukan berbagai suku lainnya yang bermukim dikota tersebut. Nah, begitu juga dengan berbagai sajian kuliner dikota ini, sejatinya anda dapat menikmati banyak sekali jenis sajian kuliner khas dikota Pekanbaru dan pastinya mampu membuat lidah anda bergoyang.
Terdapat banyak sekali tempat-tempat yang tersebar disegala sudut pada pusat kota Pekanbaru, dan pastinya wajib untuk anda kunjungi guna menikmati berbagai sajian kuliner khas dikota tersebut. 
Mulai dari tempat-tempat makan berupa resataurant berskala internasional pada beberapa hotel berbintang, hingga berbagai tempat-tempat makan sederhana atau tempat dengan bentuk-bentuk unik, dan pastinya banyak sekali menyajikan kuliner lezat serta khas, dengan citarasa yang begitu lezat juga nikmat.
Diantara berbagai sajian kuliner khas kota Pekanbaru yang wajib untuk anda coba, yakni Gulai Asam Pedas Ikan Patin khas masyarakat suku Melayu. Pasalnya kuliner tersebut, menjadi salah satu sajian wisata kuliner andalan, dan banyak sekali dicari oleh wisatawan yang memang sudah begitu akrab dengan kenikmatan dengan kelezatan dari makanan dengan bahan utama Ikan Patin tersebut. 
Keistimewaan serta citarasa dari kuliner khas Melayu tersebut, memang tersimpan didalam resep campuran yang telah diwariskan secara turun temurun pada bumbunya. Dengan perpaduan dari berbagai rempah-rempah alami, mampu menciptakan kesan warna merah tua dan juga aroma yang begitu khas, dan pastinya mampu membuka selera makan anda. 
Selain itu, lembutnya daging ikan patin atau dalam bahasa latinnya disebut dengan Pangasius Hipothalmus, yang mengandung banyak sekali protein, serta teksturnya yang tidak memiliki banyak duri, semakin menambah kelezatan serta gurihnya citarasa yang disajikan oleh salah satu kuliner andalan kota Pekanbaru tersebut. 
Terlebih jika anda menyantapnya dalam keadaan hangat, kuliner ini jauh akan terasa lebih nikmat lagi dan pastinya sayang untuk dilewatkan. Maka tidak salah jika Gulai Asam Pedas Ikan Patin telah memiliki banyak sekali penggemar.
Berikutnya, salah satu sajian kuliner lainnya yang menjadi menu andalan wisata kuliner dikota Pekanbaru, yakni Gulai Ikan Baung Asam Pedas. Makanan khas masyarakat suku Melayu yang satu ini, juga memiliki citarasa yang tidak kalah nikmat dengan Gulai Asam Pedas Ikan Patin. Disisi lain, masakan tersebut juga menjadi salah satu menu andalan, yang juga banyak sekali diminati oleh wisatawan.
Keistimewaan dari masakan Gulai Ikan Baung Asam Pedas, juga terletak pada citarasa bumbu asam pedasnya yang terasa begitu asam dan segar. Tekstur kuahnya memang sedikit terlihat lebih bersantan, namun tetap menawarkan rasa yang begitu gurih. 
Masakan yan satu ini, dipastikan akan mampu menggugah selera makan anda. Terlebih tekstur lembut pada daging ikan baung yang tebal dan padat, akan memuaskan selera makan anda.
Selain kedua sajian kuliner andalan tersebut, anda masih dapat menikmati citarasa yang begitu nikmat dari berbagai kuliner khas suku Melayu lainnya dikota Pekanbaru. 
Diantara berbagai kuliner wajib dan tidak boleh dilewatkan tersebut, memang tidak sulit untuk ditemukan dipusat kota, diantaranya yakni Roti Jala. Keunikan dari makanan ini, terletak pada paduan kuah kari daging yang disiram pada bagian atas roti tersebut. 
Ada pula yang menikmatinya dengan cara mengganti kuah kari dengan kuah kental yang berasal dari buah durian. Nah, kuliner ini sepertinya sangat cocok untuk dijadikan sebagai camilan.
Terdapat banyak sekali kuliner khas dikota Pekanbaru, yang wajib dicoba guna melengkapi kegiatan berwisata kuliner anda dikota ini. Beberapa sajian kuliner lainnya tersebut, yakni Soto Pekanbaru dengan citarasa segar dan gurih, serta Nasi Lemak Pekanbaru dengan campuran sambal kentang kering, telur balado, serta sayur mayur yang segar. 
Jangan sampai melewatkan diri anda untuk tidak menikmati Sate Ikan Senapelan, pasalnya sate yang berbahan dasar dari ikan patin tersebut, juga menawarkan aroma serta rasa yang begitu unik dan nikmat. 
Nah, yang pasti akan banyak sekali sajian kuliner yang menawarkan rasa lezat dan nikmat,serta dengan berbagai keunikan lainnya, dapat anda temukan ketika berkunjung dan berwisata kekota bertuah Pekanbaru. Anda juga dapat membeli Bolu Kemujo khas kota Pekanbaru untuk dijadikan sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang.





Senin, 28 Maret 2016

Sejarah Pekanbaru Kota Bertuah






Perkembangan kota ini pada awalnya tidak terlepas dari fungsi Sungai Siak sebagai sarana transportasi dalam mendistribusikan hasil bumi dari pedalaman dan dataran tinggi Minangkabau ke wilayah pesisir Selat Malaka. Pada abad ke-18, wilayah Senapelan di tepi Sungai Siak, menjadi pasar (pekan) bagi para pedagang Minangkabau[5]. Seiring dengan berjalannya waktu, daerah ini berkembang menjadi tempat pemukiman yang ramai. Pada tanggal 23 Juni 1784, berdasarkan musyawarah "Dewan Menteri" dari Kesultanan Siak, yang terdiri dari datuk empat suku (Pesisir, Limapuluh, Tanah Datar, dan Kampar), kawasan ini dinamai dengan Pekanbaru, dan dikemudian hari diperingati sebagai hari jadi kota ini.[6][7]
Berdasarkan Besluit van Het Inlandsch Zelfbestuur van Siak No.1 tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru menjadi bagian distrik dari Kesultanan Siak. Namun pada tahun 1931, Pekanbaru dimasukkan ke dalam wilayah Kampar Kiri yang dikepalai oleh seorang controleur yang berkedudukan di Pekanbaru dan berstatus landschap sampai tahun 1940. Kemudian menjadi ibukota Onderafdeling Kampar Kirisampai tahun 1942.[8] Setelah pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, Pekanbaru dikepalai oleh seorang gubernur militer yang disebut gokung.
Selepas kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Ketetapan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946Nomor 103, Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut Haminte atau Kotapraja.[7] Kemudian pada tanggal 19 Maret 1956, berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 Republik Indonesia, Pekanbaru (Pakanbaru) menjadi daerah otonom kota kecil dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah.[9] Selanjutnya sejak tanggal 9 Agustus 1957 berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 Republik Indonesia, Pekanbaru masuk ke dalam wilayah Provinsi Riau yang baru terbentuk.[10] Kota Pekanbaru resmi menjadi ibu kota Provinsi Riau pada tanggal 20 Januari 1959 berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25[7] sebelumnya yang menjadi ibu kota adalah Tanjungpinang[11] (kini menjadi ibu kota Provinsi Kepulauan Riau).

Sumber: Wikipedia